Oleh:
Arlian Bety Anjaswari
Pendidikan Matematika Subsidi 2009/09301241010
A. PENDAHULUAN
Filsafat adalah ilmu olah pikir. Dapat
dikatakan pula bahwa filsafat adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan mendasar (radikal). Kerapkali ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang
abstrak dan berada di awang-awang (tidak mendarat) saja, padahal ilmu filsafat
itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari-hari. Filsafat bersifat tidak konkrit (atau lebih bisa dikatakan
tidak tunggal), karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya
dengan realitas hidup kita.
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran.
Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala
alam. Selanjutnya karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat
dijawab oleh filsafat secara memuaskan.
Seperti ilmu-ilmu yang lain,
filsafat ini juga mengalami perkembangan. Hal ini seiring dengan perkembangan
pemikiran manusia. Dalam perkembangan ini banyak tokoh-tokoh filsafat yang
berkontribusi dalam perkembangan filsafat tersebut. Dimana pemikiran-pemikiran
para tokoh itu masih dipelajari oleh manusia hingga sekarang ini.
B. PEMBAHASAN
Dalam perkembangannya,
filsafat dibagi kedalam empat jaman yaitu antara lain:
1. YUNANI KUNO
Yunani Kuno adalah peradaban
dalam sejarah Yunani yang dimulai dari periode Yunani Arkais pada abad ke-8
sampai ke-6 SM, hingga berahirnya Zaman Kuno dan dimulainya Abad Pertengahan
Awal. Peradaban ini mencapai puncaknya pada periode Yunani Klasik, yang mulai
berkembang pada abad ke-5 sampai ke-4 SM. Peradaban Yunani Kuno juga sangat
berpengaruh pada bahasa, politik, sistem pendidikan, filsafat, ilmu, dan seni,
mendorong Renaisans di Eropa Barat, dan bangkit kembali pada masa kebangkitan
Neo-Klasik pada abad ke-18 dan ke-19 di Eropa dan Amerika.
Parmenides (540-470 SM)
adalah seorang filsuf dari Mazhab Elea. Di dalam Mazhab Elea, Parmenides
merupakan tokoh yang paling terkenal. Pemikiran filsafatnya bertentangan dengan
Herakleitos sebab ia berpendapat bahwa segala sesuatu "yang ada"
tidak berubah. Parmenides menuliskan filsafatnya dalam bentuk puisi. Ada
ratusan baris puisi Parmenides yang masih tersimpan hingga kini. Puisi
Parmenides terdiri dari prakata dan dua bagian. Dua bagian tersebut
masing-masing berjudul "Jalan Kebenaran" dan "Jalan
Pendapat". Bagian prakata dan "Jalan Kebenaran" tersimpan secara
lengkap, yakni 111 ayat. Bagian kedua, "Jalan Pengetahuan", hanya
tersimpan sebanyak 42 ayat.
Socrates (470 SM - 399 SM)
adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah satu figur paling penting
dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi
pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan
Aristoteles. Socrates adalah yang mengajar Plato, dan Plato pada gilirannya
juga mengajar Aristoteles. Peninggalan pemikiran Socrates yang paling penting
ada pada cara dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi absolut atas satu
permasalahan melalui satu dialektika. Pengejaran pengetahuan hakiki melalui
penalaran dialektis menjadi pembuka jalan bagi para filsuf selanjutnya.
Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan
sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah
sebelumnya dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang
manusia ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis
di kemudian hari. Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat
adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang
banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates
dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga filsafat
secara umum.
Plato (428-348 SM) adalah
Filsuf besar Yunani dan ilmuwan spekulatif, yang menegaskan bahwa filsafat atau
ilmu merupakan pencarian yang bersifat perekaan (spekulatif) tentang seluruh
kebenaran. Plato, dalam hal ini, memandang ilmu sebagai hal yang berhubungan
dengan opini atau ajaran (doxa). Ia mengajarkan bahwa geometri merupakan ilmu
rasional berdasarkan akal murni, yang berusaha membuktikan pernyataan-pernyataan
(proposisi-proposisi) abstrak mengenai ide-ide yang abstrak misalnya; segitiga
sempurna, lingkaran sempurna, dan sebagainya.
Herakleitos adalah seorang
filsuf yang tidak tergolong mazhab apapun. Di dalam tulisan-tulisannya,ia
justru mengkritik dan mencela para filsuf dan tokoh-tokoh terkenal, seperti
Homerus, Arkhilokhos, Hesiodos, Phythagoras, Xenophanes, dan Hekataios.
Meskipun ia berbalik dari ajaran filsafat yang umum pada zamannya, namun bukan
berarti ia sama sekali tidak dipengaruhi oleh filsuf-filsuf itu. Herakleitos
diketahui menulis satu buku, namun telah hilang. Yang tersimpan hingga kini
hanya 130 fragmen yang terdiri dari pepatah-pepatah pendek yang seringkali
tidak jelas artinya. Pemikiran filsafatnya memang tidak mudah dimengerti
sehingga ia dijuluki "si gelap" (dalam bahasa Inggris the obscure).
Aristoteles (382-322 SM)
lebih memahami ilmu sebagai pengetahuan demonstratif, tentang sebab-sebab utama
segala hal (causa prima). Ilmu, dalam hal ini, bersifat; teoretis (ilmu
tertinggi), praktis (ilmu terapan), dan produktif (ilmu yang bermanfaat),
semuanya dalam kesatauan utuh (tidak bersifat ilmu majemuk). Aristoteles
mempelajari berbagai ilmu, antara lain; biologi, psikologi, dan politik. Ia
juga mengembangkan ilmu tentang penalaran (logika), yang dalam hal ini
disebutnya dengan nama Analytika, yaitu ilmu penalaran yang berpangkal pada
premis yang benar, dan Dialektika, yaitu ilmu penalaran yang berpangkal pikir
pada hal-hal yang bersifat tidak pasti (hipotesis). Semua tulisan Aristoteles
tentang ilmu tentang penalaran (Logika) itu ditulis dalam 6 (enam) naskah yang
masing-masingnya berjudul; Categories, On Interpretation, Prior Analytics,
Posterior Analytics, Topics, Sophistical Refitations.
Jelasnya, perkembangan
sejarah ilmu pada abad Yunani Kuno telah berkembang dalam empat bidang
keilmuan, yaitu; Filsafat (kosmologi), ilmu biologi, matematika, dan logika
dengan ciri perkembangannya masing-masing.
2. ABAD PERTENGAHAN
Filsafat pada abad ini dikuasai
dengan pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini adalah Patristik
(Lt. “Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik
Patristik sendiri dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur)
dan Patristik Latin (atau Patristik Barat). Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini anatara lain
Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane
(330-390), Basilius (330-379). Tokoh-tokoh dari Patristik Latin antara lain
Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus
(354-430). Ajaran-ajaran dari para Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran
ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam
dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari Plotinos. Pada masa ini
dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan
akal-budi “diabdikan” untuk dogma agama.
Jaman Skolastik (sekitar
tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil alih oleh Aristoteles. Pemikiran-pemikiran
Ariestoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam,
terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd,
1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles demikian besar
sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai “Sang Filsuf” sedangkan Averroes yang
banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai “Sang Komentator”. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman
Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian besar dari ordo baru yang lahir
pada masa Abad Pertengahan, yaitu, dari ordo Dominikan dan Fransiskan.
Filsafatnya disebut “Skolastik” (Lt. “scholasticus”, “guru”), karena pada
periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan
universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat
internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada hubungan antara iman dengan
akal budi. Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan melihat
sebagai suatu kesetaraan antara satu dengan yang lain (Agama dengan Filsafat)
bukan yang satu “mengabdi” terhadap yang lain atau sebaliknya.
Sampai dengan di penghujung
Abad Pertengahan sebagai abad yang kurang kondusif terhadap perkembangan ilmu,
dapatlah diingat dengan nasib seorang astronom berkebangsaan Polandia N. Copernicus yang dihukum kurungan seumur
hidup oleh otoritas Gereja, ketika mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran
benda-benda angkasa adalah matahari
(Heleosentrisme). Teori ini dianggap oleh otoritas Gereja sebagai bertentangan
dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai
pusat peredaran benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus semenjak
jaman Yunani yang justru telah mendapat “mandat” dari otoritas Gereja. Oleh
karena itu dianggap menjatuhkan kewibawaan Gereja.
3. JAMAN MODERN
Jembatan antara Abad
pertengahan dan Jaman Modern adalah jaman “Renesanse”, periode sekitar
1400-1600. Filsuf-filsuf penting dari jaman ini adalah N. Macchiavelli (1469-1527),
Th. Hobbes (1588-1679), Th. More (1478-1535) dan Frc. Bacon (1561-1626).
Pembaharuan yang sangat bermakna pada jaman ini ((renesanse) adalah “antroposentrisme”nya.
Artinya pusat perhatian pemikiran tidak lagi kosmos seperti pada jaman Yunani
Kuno, atau Tuhan sebagaimana dalam Abad Pertengahan. Setelah Renesanse mulailah
jaman Barok, pada jaman ini tradisi rasionalisme ditumbuh-kembangkan oleh
filsuf-filsuf antara lain; R. Descartes
(1596-1650), B.Spinoza (1632-1677) dan G. Leibniz (1646-1710). Para Filsuf
tersebut di atas menekankan pentingnya kemungkinan-kemungkinan akal-budi
(“ratio”) didalam mengembangkan pengetahuan manusia.
Pada abad kedelapan belas
mulai memasuki perkembangan baru. Setelah reformasi, renesanse dan setelah
rasionalisme jaman Barok, pemikiran manusia
mulai dianggap telah “dewasa”. Periode sejarah perkembangan pemikiran
filsafat disebut sebagai “Jaman Pencerahan” atau “Fajar Budi” (Ing.
“Enlightenment”, Jrm. “Aufklärung”. Filsuf-filsuf pada jaman ini disebut
sebagai para “empirikus”, yang ajarannya lebih menekankan bahwa suatu
pengetahuan adalah mungkin karena
adanya pengalaman indrawi manusia
(Lt. “empeira”, “pengalaman”). Para empirikus besar Inggris antara lain J. Locke (1632-1704), G. Berkeley (1684-1753)
dan D. Hume (1711-1776). Di Perancis JJ. Rousseau (1712-1778) dan di Jerman
Immanuel Kant (1724-1804).
Secara khusus ingin
dikemukakan disini adalah peranan filsuf Jerman Immanuel Kant, yang dapat
dianggap sebagai inspirator dan
sekaligus sebagai peletak dasar fondasi ilmu, yakni dengan “mendamaikan”
pertentangan epistemologik pengetahuan antara kaum rasionalisme versus kaum
empirisme. Immanuel Kant dalam karyanya utamanya yang terkenal terbit tahun
1781 yang berjudul Kritik der reinen
vernunft (Ing. Critique of Pure Reason), memberi arah baru mengenai filsafat
pengetahuan.
Dalam bukunya itu Kant
memperkenalkan suatu konsepsi baru tentang pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak
mengingkari kebenaran pengetahuan yang dikemukakan oleh kaum rasionalisme
maupun empirisme, yang salah apabila masing-masing dari keduanya mengkalim secara ekstrim pendapatnya
dan menolak pendapat yang lainnya. Dengan kata lain memang pengetahuan dihimpun
setelah melalui (aposteriori) sistem penginderaan (sensory system) manusia,
tetapi tanpa pikiran murni (a priori) yang aktif tidaklah mungkin tanpa
kategorisasi dan penataan dari rasio manusia. Menurut Kant, empirisme
mengandung kelemahan karena anggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia
hanya lah rekaman kesan-kesan (impresi) dari pengalamannya. Pengetahuan yang
dimiliki manusia merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada
dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari
pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan
menafsirkan apa yang direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu
tampil sebagai benda itu sendiri.
4. JAMAN MODERN
Pada abad ketujuh belas dan
kedelapan belas perkembangan pemikiran filsafat
pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan
idealisme dengan mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan filsafat
abad ketujuh belas dan abad kedelapan belas, filsafat abad kesembilan belas dan
abad kedua puluh banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam filsafat tetapi wilayah
pengaruhnya lebih tertentu. Akan tetapi justru menemukan bentuknya (format) yang
lebih bebas dari corak spekulasi filsafati dan otonom. Aliran-aliran tersebut
antara lain: positivisme, marxisme,
eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme dan fenomenologi.
Berkaitan dengan filosofi
penelitian Ilmu Sosial, aliran yang tidak bisa dilewatkan adalah positivisme yang digagas oleh filsuf A. Comte
(1798-1857). Menurut Comte pemikiran manusia dapat dibagi kedalam tiga
tahap/fase, yaitu tahap: (1) teologis, (2) Metafisis, dan (3) Positif-ilmiah. Bagi era manusia dewasa (modern)
ini pengetahuan hanya mungkin dengan menerapkan metode-metode positif ilmiah,
artinya setiap pemikiran hanya benar secara ilmiah bilamana dapat diuji dan
dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang jelas dan pasti sebagaimana berat,
luas dan isi suatu benda. Dengan demikian Comte menolak spekulasi metafisik, dan oleh karena itu ilmu sosial
yang digagas olehnya ketika itu dinamakan
Fisika Sosial sebelum dikenal sekarang sebagai Sosiologi. Bisa dipahami,
karena pada masa itu ilmu-ilmu alam sudah lebih mantap dan mapan, sehingga
banyak pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu alam yang diambil oleh ilmu-ilmu sosial
yang berkembang sesudahnya. Pada periode terkini (kontemporer) setelah aliran-aliran
sebagaimana disebut di atas munculah aliran-aliran filsafat, misalnya : “Strukturalisme” dan “Postmodernisme”. Strukturalisme
dengan tokoh-tokohnya misalnya Cl. Lévi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault.
Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain. J. Habermas, J. Derida. Kini oleh para
epistemolog (ataupun dari kalangan sosiologi pengetahuan) dalam perkembangannya
kemudian, struktur ilmu pengetahuan semakin lebih sistematik dan lebih lengkap
(dilengkapi dengan, teori, logika dan metode sain), sebagaimana yang dikemukakan
oleh Walter L.Wallace dalam bukunya The
Logic of Science in Sociology. Dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak
dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah itu tidak lain adalah penelitian
(search dan research). Demikian pula hal
ada dan keberadaan (ontologi/metafisika) suatu ilmu /sain berkaitan
dengan watak dan sifat-sifat dari obyek suatu ilmu /sain dan kegunaan/manfaat atau implikasi (aksiologi)
ilmu /sain juga menjadi bahasan dalam filsafat ilmu. Setidaktidaknya hasil
pembahasan kefilsafatan tentang ilmu (Filsafat Ilmu) dapat memberikan perspektif kritis bagi ilmu /sain dengan
mempersoalkan kembali apa itu: pengetahuan, kebenaran, metode ilmiah/keilmuan,
pengujian/verifikasi. Dan sebaliknya hasil-hasil terkini dari ilmu /sain dan
penerapannya dapat memberikan umpan-balik bagi Filsafat Ilmu sebagai bahan
refleksi kritis dalam pokok bahasannya (survey of sciences) sebagaimana yang
dikemukakan oleh Whitehead dalam bukunya Science and the Modern World.
C. KESIMPULAN
Filsafat adalah hasil pemikiran
ahli-ahli filsafat atau filosof-filosof sepanjang zaman diseluruh dunia.
Sejarah pemikiran filsafat yang amat panjang dibandingkan dengan sejarah ilmu
pengetahuan, telah memperkaya khazanah (perbendaharaan) ilmu filsafat. Sebagai
ilmu tersendiri filsafat tidak saja telah menarik minat dan perhatian para
pemikir, tetapi bahkan filsafat telah amat banyak mempengaruhi perkembangan
keseluruh budaya umat manusia. Filsafat telah mempengaruhi sistem politik,
sistem sosial, sistem ideologi semua bangsa-bangsa-bangsa. Juga filsafat
mempengaruhi sistem ilmu pengetahuan itu sendiri, yang tersimpul di dalam
filsafat ilmu pengetahuan tertentu seperti filsafat huku, filsafat ekonomi,
filsafat ilmu kedoteran, filsafat pendidikan dan sebagainya. Akhirnya yang
pokok dari semua yiatu, filsfat telah mempengaruhi sikap hidup, cara berpikir,
kepercayaan atau ideologinya. Filsafat telah mewarisi subyek atau pribadi
sedemikian kuat, sehingga tiap orang menjadi penganut suatu faham filsafat baik
sadar maupun tidak, langsung ataupun tidak langsung.
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat
adalah ratio yang bertanya. Sedang objek materinya ialah semua
yang ada yang bagi manusia perlu dipertanyakan hakikatnya. Maka menjadi tugas
filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan
kebijaksanaan universal.
DAFTAR PUSTAKA